Kafarat dalam Islam: Pengertian, Jenis dan Cara Membayarnya Sesuai Syariat


Dalam Islam, setiap pelanggaran terhadap aturan tertentu memiliki konsekuensi. Salah satunya adalah kafarat, yaitu denda atau tebusan yang harus dilakukan untuk menghapus kesalahan yang telah terjadi. Kafarat menjadi salah satu bentuk taubat dan tanggung jawab seorang Muslim atas pelanggaran yang dilakukan, baik secara sengaja maupun tidak.
{tocify} $title={Table of Contents}

Pengertian Kafarat

Secara bahasa, kafarat berasal dari kata kafara yang berarti menutupi atau menghapus. Dalam istilah syariat, kafarat adalah tebusan yang harus dibayar untuk mengganti kesalahan atau pelanggaran terhadap hukum Islam.

Allah SWT telah menetapkan berbagai jenis kafarat sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, yang biasanya berupa memberi makan orang miskin, berpuasa, atau membebaskan budak.

Jenis-Jenis Kafarat dan Cara Membayarnya

  1. Kafarat Melanggar Sumpah
    Jika seseorang bersumpah dalam nama Allah, lalu melanggarnya, maka wajib membayar kafarat sebagai berikut:

    • Memberi makan 10 orang miskin dengan makanan yang biasa dikonsumsi.
    • Jika tidak mampu, bisa menggantinya dengan memberikan pakaian kepada 10 orang miskin.
    • Jika tidak mampu juga, maka harus berpuasa selama tiga hari.

    Dalilnya terdapat dalam QS. Al-Ma’idah: 89:
    "... Maka kafarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin ... atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan seorang budak. Tetapi barang siapa tidak menemukan (kemampuan), maka (wajib) berpuasa tiga hari."

  2. Kafarat Membunuh Secara Tidak Sengaja
    Jika seseorang membunuh orang lain tanpa sengaja, maka kafaratnya adalah:

    • Membebaskan seorang budak mukmin.
    • Jika tidak mampu, maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
    • Selain itu, dia juga wajib membayar diyat (tebusan) kepada keluarga korban, kecuali jika mereka memaafkan.

    Dalilnya terdapat dalam QS. An-Nisa: 92.

  3. Kafarat Makan atau Minum Sengaja di Bulan Ramadan
    Jika seseorang dengan sengaja makan atau minum di siang hari saat bulan Ramadan tanpa alasan syar’i (bukan karena lupa, sakit, atau musafir), maka ia wajib:

    • Bertaubat dengan sungguh-sungguh.
    • Mengqadha (mengganti) puasa di hari lain setelah Ramadan.

    Tidak ada kafarat tambahan selain mengganti puasanya, kecuali jika pelanggaran yang dilakukan adalah jima' (hubungan suami istri), yang memiliki kafarat lebih berat.

  4. Kafarat Jima' di Bulan Ramadan
    Jika seseorang berhubungan suami istri secara sengaja saat siang hari di bulan Ramadan, maka ia wajib membayar kafarat sebagai berikut:

    • Membebaskan seorang budak (jika ada dan mampu).
    • Jika tidak mampu, harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
    • Jika masih tidak mampu, harus memberi makan 60 orang miskin.

    Hadis dari Abu Hurairah RA menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menjelaskan urutan kafarat ini kepada seorang sahabat yang membatalkan puasanya dengan berhubungan suami istri. (HR. Bukhari & Muslim)

  5. Kafarat Berburu di Tanah Haram
    Bagi seseorang yang berburu hewan darat yang halal dimakan di wilayah Tanah Haram (Mekah atau Madinah) atau ketika sedang dalam keadaan ihram, maka ia wajib membayar kafarat sebagai berikut:

    • Menyembelih hewan yang sebanding dengan hewan yang diburu sebagai kurban.
    • Memberikan makanan kepada fakir miskin seharga hewan yang diburu.
    • Jika tidak mampu, maka wajib berpuasa sebanding dengan nilai denda yang harus dibayarkan.

    Dalilnya terdapat dalam QS. Al-Ma’idah: 95:
    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya adalah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya ... atau membayar kaffarat dengan memberi makan orang miskin atau berpuasa sebagai pengganti..."

  6. Kafarat Zihar
    Zihar adalah ketika seorang suami menyamakan istrinya dengan ibu kandungnya, yang dalam Islam termasuk perkataan haram (misalnya, mengatakan "bersamamu seperti bersama ibuku sendiri" atau "tumben, kamu terlihat seperti ibuku saja"). Dalam tradisi Arab sebelum Islam, zihar dianggap sebagai bentuk talak, sehingga setelah mengucapkannya, seorang suami tidak boleh lagi berhubungan dengan istrinya.

    Dalam Islam, zihar dilarang dan dianggap dosa, tetapi tidak otomatis berakibat talak. Jika seorang suami melakukan zihar dan ingin kembali kepada istrinya, maka ia harus membayar kafarat zihar berikut:

    • Membebaskan seorang budak.
    • Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
    • Jika masih tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin.

    Dalilnya ada dalam QS. Al-Mujadilah: 3-4. Islam menetapkan hukum ini agar suami tidak sembarangan mengucapkan kata-kata yang menyakiti istri dan merusak pernikahan.


Kesimpulan

Kafarat adalah bentuk tanggung jawab seorang Muslim dalam menebus kesalahan terhadap hukum Islam. Setiap pelanggaran memiliki bentuk kafarat yang berbeda, mulai dari memberi makan orang miskin, berpuasa, hingga membebaskan budak. Dengan membayar kafarat, seorang Muslim diharapkan bisa lebih berhati-hati dalam menjalankan ibadah dan hukum Islam.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. Wallahu a’lam.

Artikel Pilihan

Seseorang yang selalu berusaha menjadikan setiap tulisan bermakna, penuh manfaat, dan inspirasi bagi banyak orang. Percaya bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk mengubah, menggerakkan, dan memberikan dampak positif dalam kehidupan. Berkomitmen untuk terus belajar, berbagi, dan menebar kebaikan melalui tulisan.